Kamis, 28 April 2011 mediaindonesia.com
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mengemukakan 48 persen anak Indonesia menjadi korban kekerasan seksual yang pelakunya orang terdekat.
"Rata-rata dilakukan orang terdekat karena berbagai faktor seperti kemiskinan dan degredasi nilai-nilai moral dan etika, sehingga anak tidak lagi dianggap sebagai titipan Tuhan tetapi sebagai hak milik," ujarnya seusai menghadiri acara Kongres Anak Daerah di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, Rabu (27/4).
Ia menjelaskan, angka anak yang menjadi korban kekerasan seksual terus meningkat setiap tahun, sehingga harus ada upaya pencegahan dini dengan melakukan sosialisasi dan bagi daerah diharapkan membuat peraturan daerah (Perda) yang mengatur perlindungan khusus terhadap anak.
"Minimal ada peraturan bupati tentang perlindungan terhadap anak dan disosialisasikan secara gencar di masyarakat, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di daerah," ujarnya.
Ia menjelaskan, secara nasional hampir seluruh anak mengalami kekerasan psikis dan 60 persen anak Indonesia mengalami kekerasn fisik dengan alasan menegakkan kedisiplinan dan membentuk kepribadian anak. "Tiga bentuk kekerasan yang kerap terjadi pada anak yaitu kekerasan seksual, psikis dan verbal atau perkataan kotor yang menyakiti anak. Kekerasan verbal ini sering ditemukan di pedesaan karena rendahnya pendidikan orang tua," ujarnya.
Justru itu, kata dia, disamping adanya aturan hukum yang tegas, juga harus ada komitmen pemerintah daerah yang lahir dari hati nurani untuk menyelamatkan generasi muda dari ancaman kekerasan. "Aturan hukum menjadi sia-sia, jika tidak memiliki komitmen untuk menjalankannya sehingga produk hukum tersebut tidak mampu menjadi senjata dalam melindungi anak dari tindak kekerasan seksual," ujarnya.
Disinggung banyaknya anak putus sekolah di Pulau Bangka karena memilih bekerja di pertambangan timah, kata dia, dibutuhkan komitmen bersama dalam memotivasi dan mendorong anak untuk menatap masa depan yang cerah.
"Orang tua juga harus diberi penyadaran bahwa pendidikan anak itu penting, untuk masa depan mereka pada era global penuh dengan persaingan sehingga ilmu menjadi bekal untuk mengikuti percaturan hidup yang semakin sulit," ujarnya.
"Rata-rata dilakukan orang terdekat karena berbagai faktor seperti kemiskinan dan degredasi nilai-nilai moral dan etika, sehingga anak tidak lagi dianggap sebagai titipan Tuhan tetapi sebagai hak milik," ujarnya seusai menghadiri acara Kongres Anak Daerah di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, Rabu (27/4).
Ia menjelaskan, angka anak yang menjadi korban kekerasan seksual terus meningkat setiap tahun, sehingga harus ada upaya pencegahan dini dengan melakukan sosialisasi dan bagi daerah diharapkan membuat peraturan daerah (Perda) yang mengatur perlindungan khusus terhadap anak.
"Minimal ada peraturan bupati tentang perlindungan terhadap anak dan disosialisasikan secara gencar di masyarakat, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di daerah," ujarnya.
Ia menjelaskan, secara nasional hampir seluruh anak mengalami kekerasan psikis dan 60 persen anak Indonesia mengalami kekerasn fisik dengan alasan menegakkan kedisiplinan dan membentuk kepribadian anak. "Tiga bentuk kekerasan yang kerap terjadi pada anak yaitu kekerasan seksual, psikis dan verbal atau perkataan kotor yang menyakiti anak. Kekerasan verbal ini sering ditemukan di pedesaan karena rendahnya pendidikan orang tua," ujarnya.
Justru itu, kata dia, disamping adanya aturan hukum yang tegas, juga harus ada komitmen pemerintah daerah yang lahir dari hati nurani untuk menyelamatkan generasi muda dari ancaman kekerasan. "Aturan hukum menjadi sia-sia, jika tidak memiliki komitmen untuk menjalankannya sehingga produk hukum tersebut tidak mampu menjadi senjata dalam melindungi anak dari tindak kekerasan seksual," ujarnya.
Disinggung banyaknya anak putus sekolah di Pulau Bangka karena memilih bekerja di pertambangan timah, kata dia, dibutuhkan komitmen bersama dalam memotivasi dan mendorong anak untuk menatap masa depan yang cerah.
"Orang tua juga harus diberi penyadaran bahwa pendidikan anak itu penting, untuk masa depan mereka pada era global penuh dengan persaingan sehingga ilmu menjadi bekal untuk mengikuti percaturan hidup yang semakin sulit," ujarnya.
0 komentar:
Post a Comment