Catatan kecil dalam perjalanan kami pada tgl 27 Desember 2008 ke Pulau Kampai dan Pulau Sembilan Kecamatan pangkalan Susu Kabupaten langkat Sumatera Utara.
Dalam perjalanan menuju Pulau Kampai dan Pulau sembilan dari Ibu kota Kecamatan Pangkalan Susu Kab.Langkat menaiki kapal motor kayu yang merupakan alat transportasi masyarakat dari Pangkalan Susu menuju Pulau Kampai dan Pulau Sembilan yang sekaligus dapat digunakan untuk menangkap ikan di lautan lepas di perairan langkat hingga ke selat malaka.


Sangat miris melihat kehidupan para nelayan yang ada di seputaran Pulau kampai dan Pulau Sembilan Kab.Langkat,lautnya tempat bergelut dengan hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga sangat luas dan kaya raya tapi apa hendak di kata kemiskinan menjadi sahabat setia bagi pahlawan pahlawan kita yg bertarung demi keluarga dan bangsa di keganasan laut,mari perhatikan dan kita harus berbuat sesuatu untuk kejayaan bangsa ini
Kegiatan yang dilakukan anak anak di Pulau Kampai untuk mengisi waktu luangnya sambil bermain membantu orang tua memperbaiki jaring,suatu kondisi yg harus renungkan,kita acungkan jempol untuk anak tersebut tetap ceria walau dengan situasi dan kondisi yg apa adanya.


Makam tua yang ada tidak jauh dari dermaga Pulau Kampai dan di depan Sekolah Dasar serta bersebelahan dengan lapangan bolakaki Pulau kampai merupakan makam tua yg dikenal masyarakat setempat sbg makam TeukuKeramat Panjang,yang panjang makamnya lebih kurang 5 meter disebelah makam panjang ini ada satu makam yg panjangnya lebih kurang 3 meter yg menurut Baihaqi,S.Ag (Direktur LPSA di http://lpsa.wordpress.com/2007/11/22/sulthan-muhammad-ulama-pulau-kampai/) makam panjang itu adalah makam Teuku Sulthan Muhammad. Beliau berasal dari Pakistan dan seorang ulama besar. Disaat tiba di pulau Kampai, beliau berumur 13 tahun dan menetap di pulau Kampai sampai akhir hayatnya. Aktifitas beliau di pulau Kampai adalah sebagai pedagang, seperti jual-beli emas, kain, mengirim kayu bakau ke Jepang (pada saat itu kulitnya dijadikan bahan pembuat kain). Dalam perdagangan tersebut beliau bermitra dengan orang-orang Cina. Di samping sebagai pedagang, beliau juga membuka perpustakaan seraya menulis buku-buku agama, bahan-bahannya beliau ambil dari Mesir. Mengingat ilmu agama beliau sangat luas, beliau juga berdakwah di pulau Kampai. Teuku Sulthan Muhammad menikah dengan seorang wanita berumur 14 tahun di pulau Kampai, istri beliau bernama “Siti Bahara Silalahi”. Ayah Siti Bahara Silalahi berasal dari Kabanjahe yang semasa hidupnya ayah Siti Bahara Silalahi juga seorang pedagang kayu arang dan hasil produksi beliau kirim ke Malaysia. Sedangkan ibu Siti Bahara Silalahi, berasal dari tanah Deli, tidak jauh dari lokasi makam panjang ini berjarak sekitar kira kira 200 m ada 2 makam tua yg letaknya ditengah tengah pemukiman penduduk.




Keindahan pantai Brawe yang masih alami membutuhkan uluran tangan untuk memoles pantai tersebut dengan keasrian alam yg terintegrasi dengan kepariwisataan terutama memerlukan infrastruktur akses dari dan kepantai brawe melalui jalan darat via Kuala Simpang,NAD - Pematang Jaya Kab.Langkat Sumut dan melalui air Penyeberangan dengan memakai sarana transportasi Penyeberangan laut dari Pangkalan Susu Ke Pulau Kampai yg merupakan pengalaman yg mengasikan menyeberang memakai kapal motor kayu diiringan gemericik air yg terbelah oleh haluan kapal motor tsb sembari tangan bermain di air laut.

Bangunan Sekolah yg merupakan satu satunya sekolah yang ada di Pulau Kampai (1 bangunan SD lagi dalam tahap pekerjaan) merupakan satu satunya tempat anak anak mengeyam pendidika dasar setelah tamat dari SDN No.050776 anak anak terpaksa melanjutkan kejenjang yg lebih tinggi (SMP,Tsnawiyah dan SMA,SMK,Aliyah) keluar dari Pulau Kampai minimal menimba ilmu ke Pangkalan susu yg menyeberang laut memakan waaktu kurang lebih 45 menit sekali perjalanan.Hal ini menambah berat beban orang tua yg mayoritas nelayan kecil.
Perahu Nelayan tradisional tertambat di "dermaga" perahu dan dermaganya bernasib,sama sama butuh perhatian dari kita semua,kasian nelayanku Lautnya luas dan kaya tetapi sangat ironis perahu yg di kayuh untuk menatap mentari di kaki ufuk sangat tidak sebanding dengan selogan "mutiara di khatulistiwa" (Pulau Sembilan,Langkat)

Pulau Sembilan salah satu pulau yg dikawasan kabupaten Langkat tepatnya di wilayah kecamatan Pangkalan Susu merupakan satu aset yg bisa dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata jika di tunjang dengan infrastruktur yg memadai dan sarana pariwisaata yg tidak berlawanan dengan sifat ketimuran bangsa Indonesia.Jika Pulau Sembilan dan Pulau Kampai dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata tentu akan bisa menabah PAD Kab.Langkat yg akhirnya membawakeuntungan bagi masyarakat sekitarnya khususnya dan masyarakat langkat pada umumnya. Moga-moga pembuat kebijakan mempunyai kebijakan kearah sana .
Anak bangsa yg merindukan Indonesia bersih.
Makam tua yang ada tidak jauh dari dermaga Pulau Kampai dan di depan Sekolah Dasar serta bersebelahan dengan lapangan bolakaki Pulau kampai merupakan makam tua yg dikenal masyarakat setempat sbg makam TeukuKeramat Panjang,yang panjang makamnya lebih kurang 5 meter disebelah makam panjang ini ada satu makam yg panjangnya lebih kurang 3 meter yg menurut Baihaqi,S.Ag (Direktur LPSA di http://lpsa.wordpress.com/2007/11/22/sulthan-muhammad-ulama-pulau-kampai/) makam panjang itu adalah makam Teuku Sulthan Muhammad. Beliau berasal dari Pakistan dan seorang ulama besar. Disaat tiba di pulau Kampai, beliau berumur 13 tahun dan menetap di pulau Kampai sampai akhir hayatnya. Aktifitas beliau di pulau Kampai adalah sebagai pedagang, seperti jual-beli emas, kain, mengirim kayu bakau ke Jepang (pada saat itu kulitnya dijadikan bahan pembuat kain). Dalam perdagangan tersebut beliau bermitra dengan orang-orang Cina. Di samping sebagai pedagang, beliau juga membuka perpustakaan seraya menulis buku-buku agama, bahan-bahannya beliau ambil dari Mesir. Mengingat ilmu agama beliau sangat luas, beliau juga berdakwah di pulau Kampai. Teuku Sulthan Muhammad menikah dengan seorang wanita berumur 14 tahun di pulau Kampai, istri beliau bernama “Siti Bahara Silalahi”. Ayah Siti Bahara Silalahi berasal dari Kabanjahe yang semasa hidupnya ayah Siti Bahara Silalahi juga seorang pedagang kayu arang dan hasil produksi beliau kirim ke Malaysia. Sedangkan ibu Siti Bahara Silalahi, berasal dari tanah Deli, tidak jauh dari lokasi makam panjang ini berjarak sekitar kira kira 200 m ada 2 makam tua yg letaknya ditengah tengah pemukiman penduduk.
Bangunan Sekolah yg merupakan satu satunya sekolah yang ada di Pulau Kampai (1 bangunan SD lagi dalam tahap pekerjaan) merupakan satu satunya tempat anak anak mengeyam pendidika dasar setelah tamat dari SDN No.050776 anak anak terpaksa melanjutkan kejenjang yg lebih tinggi (SMP,Tsnawiyah dan SMA,SMK,Aliyah) keluar dari Pulau Kampai minimal menimba ilmu ke Pangkalan susu yg menyeberang laut memakan waaktu kurang lebih 45 menit sekali perjalanan.Hal ini menambah berat beban orang tua yg mayoritas nelayan kecil.
Anak bangsa yg merindukan Indonesia bersih.
0 komentar:
Post a Comment