Aksi Terorisme Ancaman Bagi Anak Negeri

Posted by Anak Bangsa

Tempatkan Iklan Anda disini..


Oleh: Prass*

Aksi penyerangan Mapolsek Hamparan Perak, Deli Serang (22/09), dua hari yang lalu, terlepas apapun alasannya, merupakan tindakan terkutuk, biadab dan – barbarían. Untuk itu, segenap komponen yang ada di negeri ini, harus mengutuk kejadian tersebut sebagai tindakan amoral dan tidak manusiawi. Penyerangan brutal Mapolsek Hamparan Perak, pada dini hari tersebut, setidaknya telah membawa korban kematian 3 (tiga) personil polisi yang sedang melakukan tugas jaga. Mereka adalah: Aiptu Baik Sinulingga, Aiptu Deto Sutejo dan Aipda Riswandi.

Jeritan tangis pilu mendadak sontak, menggelegak dan membahana di masing-masing kediaman korban,  saat jenazah masing-masing korban diantar ke rumah duka, untuk dikebumikan oleh pihak keluarga.   Orang paling dekat, yang  merasakan pukulan berat atas kejadian ini adalah, para istri dan anak-anak para personil polisi, yang pada kenyataannya telah meninggal menjadi korban penyerangan. Bahkan, kesedihan dan kepiluan itu tak akan berbanding dengan apapun dan tak bisa disejajarkan dengan nilai sebesar apapun. Bagaimana jadinya bila istri-istri para anumerta tersebut harus menjalani kenyataan hidup menjadi janda (single parent)? Tentunya, sangatlah berat untuk melanjutkan perjuangan mengurus dan membesarkan anak–anak mereka.

Bagaimana pula jadinya bila anak-anak para anumerta tersebut harus menghadapi kenyataan hidup dan tumbuh tanpa pendamping sebagai tulang punggung keluarga – yang seyogyanya diharapkan menjadi figur seorang bapak. Semua itu pasti menyisakan duka lara dan nestapa, yang sangat mendalam.  Barangkali perasaan sakit, trauma, kecewa dan duka lara tersebut tak akan sembuh sepanjang hidup anak-anak yang ditinggal pergi oleh ayahnya. Maka, habislah harapan dan kebanggaan anak-anak anggota polisi, direnggut oleh kenyataan biadab aksi terorisme.

Apa yang bisa kita katakan dari realitas seperti ini? Mengapa semua ini bisa terjadi? Siapa yang salah dan siapa yang benar dalam kasus gila seperti ini? Dan, siapa yang telah memberi kontribusi besar terhadap merebaknya kasus seperti ini? Dan masih banyak lagi deretan panjang pertanyaan yang bisa kita ajukan – untuk dicarikan jawaban.

Kalaulah benar, seperti yang dilansir sejumlah media massa, bahwa penyerangan Mapolsek tersebut sebagai aksi balas dendam terorisme dan pernyataan perang terbuka aksi terorisme yang diarahkan langsung kepada pihak kepolisian, maka masalahnya menjadi tidak sederhana. Artinya, ada semacam metamorfosa bentuk ancaman terorisme di negeri ini – dari bentuknya yang semula  laten menjadi  bentuk yang nyata dan terbuka. Augmentasi dari masalah seperti ini bisa mengancam stabilitas national, dan kesinambungan hidup anak-anak di negeri ini.

Kita harus sepakat mengatakan bahwa bahaya terorisme, merupakan ancaman bagi kita bersama dan tidak bisa dianggap enteng. Terorisme, di mananapun adanya dan apapun alasannya, di muka bumi bumi ini, merupakan bentuk common enemy. Musuh kita bersama. Kita, segenap komponen bangsa yang besar ini, harus sepakat untuk siap pula menghadapinya secara bersama. Maka, kita juga harus turut menabuh genderang perang melawan aksi terorisme, sampai ke akar-akarnya. Aksi terorisme harus tercerabut dari kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini.

Kita semua harus melakukan refleksi ke dalam diri kita masing-masing, sekarang dan hari ini juga – tanpa harus menunda lebih lama lagi. Negara dengan kebijakannya, institusi dan personil kepolisian dengan profesionalisme kerja dan tugasnya dan masyarakat dengan komitmen kebangsaannya, semuanya harus melakukan refleksi total atas kejadian seperti ini. Sebab bila tidak, nasib anak-anak di negeri ini akan selalu dirundung duka, dibalut trauma yang menyesakkan dada dan dikungkung dalam ketakutan yang sangat dalam.  Ini tugas berat bagi kita semua. Ini tidak mudah. Sebab pada realitanya, kita tidak pernah tau siapa sebenarnya musuh kita, namun sebaliknya, musuh kita pasti tau siapa kita sebenarnya.

Banyak análisis yang mengatakan bahwa, merebaknya aksi terorisme yang menyerang kepolisian tersebut merupakan manifestasi luapan sakit hati dan kemarahan rakyat atas kinerja dan perilaku polisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan – di jalanan. Motto  institusi kepolisian: “Melayani dan Mengayomi” masyarakat, menurut sejumlah kalangan, banyak yang belum terhejwantahkan dalam tugas dan profesionalisme kepolisian. Terlepas benar dan salah, pandangan tersebut harus diapresiasi. Setidaknya, bagi personil kepolisian, hal semacam ini bisa dijadikan sebagai landasan untuk merefleksi diri. Dan, seyogyanya personil kepolisian harus menerima ini semua sebagai kenyataan dalam bentuk kritik sehat dan membangun, dan karenanya juga jangan buru-buru tersinggung atau marah lebih dulu. Intinya, bila apa yang disangkakan itu tidak benar, maka sesungguhnya kesejatian eksistensi kepolisian masih akan terus ada dan hidup di hati rakyat. Maka, sepantasnya, petugas kepolisian jangan pernah takut menghadapi hal semacam itu.

Kita harus percaya bahwa masyarakat masih membutuhkan polisi, sebagai institusi yang diberi tugas melayani dan mengayomi masyarakat – polisi dalam pengertian yang sebenarnya; professional dalam tugas dan bertanggungjawab dalam sikap, tulus dalam menjaga dan menciptakan dan mengawal keamanan serta ketertiban.

Dan, kita juga harus percaya, bila inistitusi dan personil kepolisian mampu membuat segenap rakyat menjadi bangga atas konsistensi dan profesionalismenya, baik dalam tugas maupun dalam sikap, niscaya rakyat akan mau dan rela membantu kepolisian dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, teramat khusus dalam upaya melawan dan memberantas habis aksi terorisme di negeri ini. Namun, sebaliknya, bila personil kepolisian masih gagal membuat rakyat menjadi bangga atas keberadaannya, niscaya yang terjadi adalah sebentuk ketakutan dan keengganan pada diri masyarakat untuk berhubungan dan bersahabat dengan pihak kepolisian. Dalam kondisi seperti itu, rasanya sulit rakyat untuk diharapkan menjadi lebih proaktif serta tulus membantu tugas-tugas kepolisian di masa depan.

Akhirnya, bila cita-cita dan harapan untuk menjadikan eksistensi polisi benar-benar bisa bersemayam di relung hati rakyat itu dapat diwujudkan, maka disitulah rakyat akan bangga memiliki polisi yang professional, berwatak yang jujur dan bertanggung-jawab. Dengan demikian, gerakan mutualisme simbiosis pasti akan dapat tercipta suatu saat kelak.
 
Barangkali, disitulah salah satu titik kritis dimana kita harus memulai berbuat sesuatu yang lebih bernuansa konstruktif dan objektif, yang pada gilirannya akan bermuara pada lahirnya kebanggaan dalam diri anak-anak di negeri ini, bahwa polisi adalah sesungguhnya Mr. Bob, yang siap menjadi Pengayom dan Pelayan rakyat.

Salam duka dan rasa belasungkawa kami, yang mendalam, kami sampaikan kepada keluarga dan anak-anak korban yang telah berpulang. Semoga, arwah dan amal para Anumerta,diterima di sisi Allah SWT.
 
*Penulis adalah: Deputi Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia. Email: prass2775@yahoo.com
Enhanced by Zemanta


0 komentar: