12 Sep 2011
Dipaksa Ngaku Mencuri Celengan.
LANGKAT-PM-Wajah Kapoldasu Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro, kembali ‘dicoreng’ anggotanya sendiri. Terjadi di Polres Langkat, seorang remaja disetrum listrik lima kali oleh polisi karena dituduh mencuri celengan.
Pengalaman pahit itu dialami Ardiansyah Putra (14), anak kedua pasangan Abdulah Sani (45) dan Hamidah (42). Remaja yang baru putus sekolah itu juga di disiksa di banyak tempat.
Dengan posisi tangan diborgol, Putra dipukuli mengunakan kabel rem sepeda motor, wajah ditinju dan ditampar, kepala dipukul buku. Terakhir dia juga disetrum listrik 5 kali di Polres Langkat.
Ceritanya bermula, pada Kamis (8/9) sekitar pukul 16.30, saat itu Putra sedang di rumah kerabatnya yang tengah mempersiapkan pesta.
Ceritanya bermula, pada Kamis (8/9) sekitar pukul 16.30, saat itu Putra sedang di rumah kerabatnya yang tengah mempersiapkan pesta.
Saat sedang duduk-duduk bersama teman-temannya, tiba-tiba Putra didatangi Amat (30), pamannya bersama rekannya. Kebetulan selama ini, Putra tinggal di Dusun I B, Desa Pante Gemi, Kecamatan Stabat. Dia menetap di rumah Wahyu Setiadi, kerabat orangtuanya, sejak kelas IV SD dan tak jauh dari rumah Amat.
Kedatangan Amat ternyata hendak memanggil Putra. Di depan orang ramai, Amat langsung menuduh Putra telah mencuri di rumahnya dan mengajaknya ikut. Namun, Putra menolak diajak pergi karena merasa tidak mencuri celengan seperti yang dtuduhkan Amat.
Namun begitu teman-temannya menyarankan agar Putra mengikuti Amat dan temannya yang datang mengendarai Jupiter MX. “Kalau memang kau nggak bersalah, ya udah ikut aja dia Put,” ujar Putra mengulang saran sejumlah kerabatnya kala itu.
Selanjutnya, Amat dan temannya ini membawa Putra naik kereta. Amat duduk di belakang, sedangkan Putra di tengah. Putra dibawa ke kawasan perkebunan tebu di belakang GOR Stabat. Di lokasi sepi itu, Putra lalu diintogerasi. Tapi Putra membantah mencuri celengan Amat. Tak berapa lama ditempat ini, Putra lalu di bawa ke sebuah warung. “Aku dibawa ke Warung Wak Banon (di Jalan Proklamasi,red),” kenang Putra.
Namun begitu teman-temannya menyarankan agar Putra mengikuti Amat dan temannya yang datang mengendarai Jupiter MX. “Kalau memang kau nggak bersalah, ya udah ikut aja dia Put,” ujar Putra mengulang saran sejumlah kerabatnya kala itu.
Selanjutnya, Amat dan temannya ini membawa Putra naik kereta. Amat duduk di belakang, sedangkan Putra di tengah. Putra dibawa ke kawasan perkebunan tebu di belakang GOR Stabat. Di lokasi sepi itu, Putra lalu diintogerasi. Tapi Putra membantah mencuri celengan Amat. Tak berapa lama ditempat ini, Putra lalu di bawa ke sebuah warung. “Aku dibawa ke Warung Wak Banon (di Jalan Proklamasi,red),” kenang Putra.
Baru beberapa menit di dalam warung, datanglah seorang oknum polisi, bersama rekannya mengendarai Jupiter. “Polisi itu datang setelah ditelpon sama kawan Amat, anak Wak Banon. Gitu dia sampek, tanganku langsung digarinya, sedangkan kawannya memukul wajahku berulang kali dengan tanganya.
Di warung itu, aku dipukuli. Polisi itu mukuli aku pake kabel rem kereta, tangan dan punggungku dicambuk pakai kabel. Kepalaku dipukul buku tebal. Aku disuruh mengaku mencuri di rumah Amat,” jelas Putra, mengisahkan penyiksaannya.
“Karena memang tak ada mencuri aku nggak mengaku, tapi mereka terus menyiksaku. Tak tahan terus disiksa, aku akhirnya mengaku, supaya jangan dipukuli lagi. Aku udah nggak tahan kali waktu itu Bang,” ungkap Putra, saat ditemui di rumah Ketua KPAID Langkat, Drs Ernis Safrin di Komplek Perumahan Pemda, Langkat, Minggu (11/9)
Setelah mengaku karena terpaksa, Putra kembali dipaksa menunjukkan tempatnya menyembunyikan hasil curiannya. Dia akhirnya menunjukkan tempat secara asal, yakni di pinggiran sungai dekat kampung mereka.
Setelah mengaku karena terpaksa, Putra kembali dipaksa menunjukkan tempatnya menyembunyikan hasil curiannya. Dia akhirnya menunjukkan tempat secara asal, yakni di pinggiran sungai dekat kampung mereka.
Dia akhirnya dibawa Amat Cs ke sana. Tapi, barang yang dicari tak ada, hingga membuat Amat Cs kesal dan kembali memboyong Putra ke warung semula. Di sana, tangannya diborgol polisi ke kaki meja.
“Aku sudah ampun-ampun dan bersumpah sama polisi itu, kalau aku tidak mencuri. Aku malah dihajar terus. Ditampar, dijotos dan ditendang. Yang paling sakit kurasa, badanku dipukul kabel rem itu,” beber Putra seraya mengaku, penyiksaannya disaksikan Amat dan sejumlah orang yang ada di sana. Menjelang maghrib, Putra mengaku dibawa ke Polres Langkat.
“Dari warung itu, aku dibawa sama polisi yang dipangil Piter itu ke Polres Langkat. Di sana, aku diserahkan sama kawannya, kemudian Piternya pergi. Sebelum pergi, dia sempat bilang sama kawannya itu kalau ada apa-apa, bilang ini tangkapan Piter,” urai Putra mengulangi polisi yang menyiksanya.
Dugaan Putra meleset. Awalnya, dia menyangka penyiksaan terhadapnya bakal berakhir begitu tiba di kantor polisi. Tapi ternyata, disana dia kembali diinterogasi oleh polisi lainnya. Bahkan, disini kondisinya lebih parah lagi karena saat interogasi Putra diestrum listrik. “Pertama nggak kena, yang kedua kena. Aku disetrumnya sampek lima kali, sama bapak itu aku sumpah-sumpah kalau tidak ada mencuri. Habis maghrib aku baru dilepaskan,” katanya Putra.
Dugaan Putra meleset. Awalnya, dia menyangka penyiksaan terhadapnya bakal berakhir begitu tiba di kantor polisi. Tapi ternyata, disana dia kembali diinterogasi oleh polisi lainnya. Bahkan, disini kondisinya lebih parah lagi karena saat interogasi Putra diestrum listrik. “Pertama nggak kena, yang kedua kena. Aku disetrumnya sampek lima kali, sama bapak itu aku sumpah-sumpah kalau tidak ada mencuri. Habis maghrib aku baru dilepaskan,” katanya Putra.
Kepulangan Putra dengan wajah bonyok dan tubuh penuh bekas penyiksaan, membuat Wahyu berang dan tak terima. Melihat kondisi anaknya yang begitu memprihatinkan, Hamidah, ibu Putra langsung membawa anaknya berobat ke Klinik Surya-Stabat.
Setelah merawat Putra, berkat saran dari kerabatnya, akhirnya mereka mengadu ke KPAID. “Kami sempat menanyakan sama Amat berapa uangnya yang hilang. Kami kasian melihat anak itu diperlakukan secara tak manusiawi, makanya kami menanyakan sama Amat berapa sebenarnya uangnya yang hilang, maksud kami biarlah secara kekeluargaan aja diselesaikan masalah ini. Pertama Amat mengatakan uangnya hilang sebesar Rp3 juta, kemudian Rp6 juta, lalu Rp8 juta dan terahir Rp11 juta. Angkanya selalu berubah-ubah,“ ujar Wahyu.
“Kalaupun memang Putra itu mencuri, tak semestinya dibuat seperti itu. Dia itukan masih anak-anak, proses sebagaimana mestinya, bukan main siksa seperti ini. Ini, sudah bukan pencuri malah dianiaya. Apa memang seperti itu kerja polisi terhadap masyarakat lemah seperti kami ini?” kesal Wahyu.
“Dia sudah saya anggap seperti anak sendiri, makanya saya nggak terima kalau dia diperlakukan seperti itu, dan masalah ini akan kami bawa ke jalur hukum. Besok (hari ini 12 September 2011, red) kami akan melaporkan penganiayaan ini ke Polres Langkat,“ terang Wahyu.
“Sakit kali hati kakak mengetahui anak dibuat kek gini, kakak ngak tau kejadiannya, taunya pun dari orang-orang, kebetulan kakak sedang kerja waktu itu, udahlah susah, dibuat kek gini lagi,“ sela Hamidah, yang mengaku bekerja sebagai pembantu di salah satu rumah makan di Stabat.
Terpisah, Kapolres Langkat, AKBP Drs H. Mardiyono SiK Msi berjanji segera mengecek kebenaran keterlibatan personilnya. “Saya tidak hafal anggota saya satu persatu. Kalau memang tugas di Reskrim Polres, nanti saya cek dulu. Kalau masalah disetrum di Polres, nggak mungkin itu. Mana ada setrum-setruman di Polres. Apa sudah melapor korbannya?” jelasnya, berjanji segera mengusut kebenarannya. (wis/joe)
0 komentar:
Post a Comment