Nama lengkapnya Muhammad Arsyad Thalib Lubis. Ia dilahirkan di
Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada bulan Ramadan 1326
H/Oktober 1908 M. Stabat adalah kota kecil berjarak sekitar 40 km ke
arah Utara Kota Medan. Ayahnya bernama Lobai Thalib ibn H. Ibrahim
Lubis. Dan ibunya Kuyon binti Abdullah atau Markoyom Nasution. Sejak
awal, Arsyad Thalib tumbuh dalam lingkungan keluarga yang kuat tradisi
Islamnya.Sejarah keilmuannya dapat dilacak jauh hingga ke Kerajaan
Asahan, Sumatera Utara. Dua tahun setelah berakhirnya Perang Dunia I,
tepatnya tahun 1916 M, Syeikh Abdul Hamid dan teman-temannya mendirikan
satu instansi pendidikan Islam yang diberi nama Madrasah al-‘Ulum al-‘Arabiyah.
Berikutnya, Madrasah ini menjadi instansi pendidikan ternama di Asahan,
bahkan di Sumatera Utara, disamping ada Madrasah Islam Stabat-Langkat,
Madrasah Islam Binjai, dan Madrasah al-Hasaniyah di Medan.
Karena keilmuannya yang mendalam, Arsyad Thalib Lubis digelar
“Syeikh”. Ia sering dipanggil Syeikh Muhammad Arsyad Thalib Lubis. Ulama
yang satu ini memang mumpuni dalam pelbagai cabang ilmu-ilmu Islam,
seperti: Tawhid (Aqidah), Fiqh, Ushul Fiqh, Hadits, Sejarah, dan
Kristologi. Tapi, keahliannya di bidang Kristologi lebih melambungkan
namanya sebagai “kristolog besar” dari Sumatera.
Dalam bidang Aqidah, Syekh Arsyad dikenal sebagai sosok pengajar
Tawhid yang mumpuni di UNIVA (Universitas Al-Washliyah), Sumatera Utara.
Dalam bidang hadits, ia menulis buku Musthalah Hadits dan mengajarkan al-kutub al-sittah. Dan dalam bidang sejarah, ia menulis buku Sirah Nabawiyah.
Meskipun seluruh cabang ilmu tersebut dipelajari secara tradisional
(nyantri, mondok), di wilayah Sumatera Utara. Pada periode 1917-1930, ia
pernah berguru kepada Syeikh Hasan Maksum di Medan untuk memperdalam
ilmu: Tafsir, Hadits, Fiqh, dan Ushul Fiqh.
Kharismatik
Bukan hanya keilmuannya yang luas, Arsyad Thalib Lubis, hingga hari
ini, juga dikenal sebagai sosok “kristolog” yang kharismatik.
Penguasaannya terhadap sejarah dan doktrin agama-agama, khususnya Yahudi
dan Kristen, sangat mendalam. Keahliannya di bidang kristologi
dijadikan sebagai “alat” dakwah yang amat efektif di Tanah Batak. Buku
pertama yang ditulisnya berjudul Rahasia Bible (1926), ketika
ia masih berusia 26 tahun. Buku ini kemudian dicetak ulang pada tahun
1934. Buku ini pun menjadi rujukan penting bagi para da’i ormas
Al-Washliyah saat menyebarkan agama Islam di Porsea, Tapanuli Utara.
Tapi, perlu dicatat, kristologi yang dijadikan alat dakwah oleh
Arsyad Thalib Lubis merupakan respon terhadap gerakan zending Kristen
yang masuk ke Sumatera Utara. Sebagaimana yang ditulis oleh Arifinsyah,
Mardhiah Abbasm, Zulkarnaen, dan Sakti Sinaga dalam M. Arsyad Thalib Lubis (1908-1972) dan Penetrasi Misi Kristen di Sumatera Utara.
Zending Kristen yang masuk ke Sumatera Utara berusaha untuk
menyebarkan Injil di kalangan masyarakat Batak. Inilah buah motivasi Sir
Thomas Stamford Reffles, wakil kerajaan Inggris di Sumatera. Kemudian
pada 1840, seorang antroplog, Frans W. Junghum (1804-1864) dari Jerman
diutus oleh pemerintah Belanda untuk membuat kajian dan penyelidikan di
Tanah Batak. Hasil penelitiannya berjudul Keadaan Tanah Batak
menarik missionaris Van Der Tuuk untuk mengkristenkan orang Batak pada
tahun 1848. Dan puncak gerakan kristenisasi di Tanah Batak adalah dengan
hadirnya pendeta Ludwig I Nommensen (l. 6 Februari 1834). Ia meninggal
di Sigumpar, dekat Balige, Sumatera Utara, tanggal 23 Mei 1918.
Masih menurut Arifinsyah dan kawan-kawannya, karena kepiawaian
Nommensen dalam mengkristenkan orang-orang Batak, dia mendapat julukan
“Rasul Orang Batak”. Kejayaannya menanamkan agama Kristen, mulai dari
lembah Silindung hingga ke Ujung Utara Keresidenan Tapanuli telah
mendapat pengargaan Doctor Hononoricausa (HC) dalam teologi dari Belanda
tahun 1881, Doctor teologi dari Universitas Bonn (Jerman) tahun 1904,
dan diberi gelar pengawas (Ephorus) oleh RMG (Rhijuse Mission Gelseschaft).
Saat Nommensen meninggal pada 23 Mei 1918, gereja telah membaptis
lebih 180.00 orang Batak. Sekolah-sekolah berjumlah 510 buah dan
mempunyai 32.700 orang murid yang terdaftar. Gereja telah dipimpin oleh
34 orang pendeta Batak dan dibantu oleh 788 orang guru Injil dan 2.200
orang Sintua (ketua gereja kampung).
Maka, sangat mafhum, jika kemudian Arsyad Thalib Lubis
mengambil pelajaran dari sejarah kristenisasi di atas dan mencoba
mendakwahkan Islam: agar kembali ke Tanah Batak. Dia kemudian
keluar-masuk kampung yang ada di Tanah Batak dan Tanah Karo untuk
berdialog dan berdiskusi tentang kristianitas. Tidak sedikit penduduk
kemudian memeluk Islam. Diantara dialog yang pernah dilakoninya adalah:
dengan pendeta Rivai Burhanuddin (Pendeta Kristen Advent), Van Den Hurk
(Kepalar Gereja Katolik Sumatera Utara), dan Dr. Sri Hardono (tokoh
Kristen Katolik).
Selain dialog dan diskusi seputar kristianitas, Syeikh Arsyad juga menulis beberapa karya mengenai Kristen, diantaranya: Rahasia
Bible, Keesaan Tuhan Menurut Kristen dan Islam, Perbandingan Agama
Islam dan Kristen, dan Berdialog dengan Kristen Adventis. Dalam buku-buku ini, Syeikh Arsyad menjelaskan hakikat agama Kristen dan doktrin-doktrinnya.
Banyak ilmuwan di Indonesia dan Malaysia mengakui keunggulan karya monumental Perbandingan Agama Islam dan Kristen (Medan,
1969). Buku setebal 478 ini diterbitkan kembali oleh penerbit Firman
“Islamiyah”, (Medan: 1403 H/1983 M). Di Malaysia, buku ini terakhir kali
dicetak tahun 1982. Pakar perbandingan agama dari Universitas Islam
Internasional Malaysia, Dr. Kamaroniah Kamaruzzaman, memuji kualitas
karya Syeikh Arsyad tersebut.
Di buku inilah dibandingkan beberapa ajaran penting yang ada dalam Islam dan Kristen, seperti: pokok ajaran Islam-Kristen, dosa warisan, penebusan dosa, ketuhanan Yesus, kitab-kitab suci: Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur’an, dan nubuwat Nabi Muhammad dalam Bible. Intinya, Arsyad Thalib Lubis banyak mengkaji secara kritis dogma-dogma Kristen lewat kacamata tulisan sarjana Kristen, Islam, dan rasio.
Dakwah Arsyad Thalib Lubis melalui kristologi sangat terasa hasilnya.
Kehadirannya disenangi oleh masyarakat Batak (Porsea) dan Tanah Karo.
Karyanya “Pedoman Gndek” (Pedoman Singkat) yang diterjemahkan oleh
Terang Ginting dan “Pokok-pokok Ajaran Islam” merupakan karyanya yang
disebarkan ke tengah-tengah masyarakat. Akhirnya, beberapa masyarakat di
daerah yang masih menganut animisme seperti Kecamatan Tiga Binanga dan
Kutalimbaru banyak yang menganut Islam. Hingga hari ini, Islam di Tiga
Binanga dan daerah lainnya seperti Tiga Beringin, Pancur Jawi (semuanya
berada dalam Kecamatan Tiga Binanga) Islamnya dikenal kuat.
Setelah sekian lama mengemban misi dakwah Islam, Arsyad Thalib Lubis
menghadap Allah pada 25 Jumadil Awwal 1392 H/6 Juli 1972 M. Kini, bumi
Sumatera Utara menunggu penerus jejak kristolog kharismatis yang tak
kenal lelah dalam menggali ilmu dan berdakwah ini.
Sumber : http://kissanak.wordpress.com
Anak Bangsa :Menatap Mentari Di Kaki Ufuk Dengan Penuh Asa..........
0 komentar:
Post a Comment