HNSI Sumut Surati KLH dan KKP
Kapal Explorasi Pasir Laut (tongkang) berukuran besar Satria laut 25468, melakukan ekploitasi pasir.Laut |
Penyedotan pasir
laut di Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat, diduga
sengaja dijual mengatas namakan permohonan masyarakat melalui Memorendum of
Understanding (MoU) dengan pengusaha.
Adanya
kesepakatan harga Rp 1000/m³ diakui Sekretaris Desa Tapak Kuda
Aidil, ketika dikonfirmasi wartawan melalui teleponMon seluler, Selasa (8/9).
Diceritakannya,
awalnya ada eksplorasi pasir laut di dua mil bibir pantai Tapak Kuda. Kemudian
beberapa tim eksplorasi menemukan tumpukan pasir laut di muara Sungai Wampu dan
di bibir Desa Tapak Kuda yang cukup berkelas. Selanjutnya pengusaha menawarkan
kepada pihak desa untuk mengeksploitasi tumpukan pasir tersebut.
"Waktu
itu datang tim eksplorasi pasir laut, mereka tertarik dengan tumpukan pasir di
muara ujung Sungai Sei Wampu dan di bibir pantai Desa Tapak Kuda. Mumpung ada
peluang yang bisa dimanfaatkan, sehingga kita melapor ke Pemkab Langkat,"
katanya.
Selanjutnya, kata dia, dilakukan pengecekan oleh Pemkab Langkat dalam hal ini Asisten I, Dinas Pertambangan dan Badan Lingkungan Hidup (BLH), meninjau langsung ke lokasi yang ditawar pengusaha tadi, sehingga dikumpulkanlah seluruh warga dan diberi penjelasan terkait pengerukan pasir laut tersebut.
"Karena warga butuh normalisasi alur dan pengusaha pun butuh pasir, dibuatlah permohonan warga untuk normalisasi alur sehingga kedua pihak saling menguntungkan. Jadi ini sifatnya swakelola lah," cetusnya dengan enteng.
Ketika dipertegas permohonan warga, Aidil pun dengan tegas menyatakan hanya permohonan normalisasi. "Ya permohonan normalisasi alur," tegasnya.
Disebutkan
adanya perubahan permohonan normalisasi menjadi jual beli, adik kandung dari
Imran S.Pdi yang juga Kepala Desa Tapak Kuda ini mengatakan, tidak mungkin perusahaan
mau mengeruk pasir tanpa ada timbal balik yang didapatnya.
"Inikan perusahaan, bukan pemerintah. Bagaimana pula mereka melakukan normalisasi, dari mana dana mereka kalau tidak ada timbal balik, kan begitu? Secara logikanya saja kita pun bisa terima," ujarnya membela pengusaha.
Anehnya, menurut Aidil, setelah permohonan warga untuk normalisasi keluar dan pihak pengusaha melakukan pengurusan izin melalui rekomendasi Pemkab Langkat, dibuatlah MoU antara pihak desa dengan pengusaha, yaitu memberikan Fee seharga Rp 1.000/m pasir ke desa. Lantas, kesepakatan ini, disebutkan Aidil sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan terhadap masyarakat Tapak Kuda.
"Pokoknya, pengerukan alur itu CRS, pemberian Rp 1.000 itu juga CSR, jelas. Jangan karena pemikiran bodoh kita, kita minta CSR besar, rencana yang telah digagas gagal. Kalau mereka (Perusahaan) tidak mau, mau bilang apa kita. Memang mereka pengusaha, betul sudah dihitung laba ruginya, tapi apa kalian tahu mereka itu untung? Jangan karena mereka pengusaha kita buat seenak kita, nanti kita juga yang rugi," lantangnya.
"Seperti
contoh,
bila semua tuntutan warga kita sampaikan seperti minta Rp10 ribu/m³
atau Rp 5 juta per bulan per kepala Keluaraga (KK), tapi kalau
pengusaha tak mau, apa hasilnya sama kita. Kalian kan bukan pemerintah,
kami
yang lebih tahu disini," sambungnya.
Ketika
disoal dana yang dibagikan kepada masyarakat hanya sebagian kecil saja, Aidil
langsung membantah hal tersebut. "Itukan kata kalian, kalau aku dapat
lebih besar dari masyarakat, ya itu kan kata kalian. Nanti aku bilang cuma
dapat capek aja kalian bilang puitis kali," tuturnya
Pun begitu, kata dia, bila nantinya memang bermasalah, dirinya siap mempertangungjawabkan semua hal yang berkaitan dengan eksploitasi pasir laut tersebut.
"Sedikitpun kalau sudah jalan baik fatal atau tidak kita tetap lanjut. Kalau kita nyerah berarti kita kalah," pungkasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Langkat AKP Agus Sobarnapraja, ketika di temui wartawan di Mapolres Langkat mengatakan, akan menindaklanjuti penambangan pasir di Tanjungpura terkait kesepakatan antara pihak desa dengan pengusaha. "Ya, kita akan cek ke lapangan, terkait adanya penolakan warga soal MoU yang dibuat," Sebut Agus.
Terkait dengan Eksploitasi besar besaran pasir laut di muara Sungai Wampu maupun muara bibir pantai di Desa Tapak Kuda,Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara, telah melayangkan surat ke Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) dan Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) terkait penambangan pasir laut di bibir pantai muara Sungai Wampu dan Muara pantai Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjungpura, Langkat yang terus berlanjut dan dikhawatirkan merusak tatanan lingkungan hidup serta biota laut.
Hal ini dinyatakan oleh Surkani,SE Wakil Ketua DPD HNSI Sumut “Ya, kita terus pantau kegiatan penambangan pasir laut di bibir
pantai muara Sungai Wampu maupun muara bibir pantai di Desa Tapak Kuda.
Sampai saat ini eksploitasi terus berlanjut. Kita sudah persiapkan
bukti-bukti kegiatan penambangan dan telah kita kirimkan ke Kemen
LH dan KKP agar ditindaklanjuti,” ujar Wakil Ketua DPD HNSI
Sumatera Utara Surkani SE, kepada Wartawan, Jum'at (11/9) di Stabat.
“Itu (eksplorasi pasir laut, red) jelas merusak lingkungan,
karena pengerukan berada di muara sungai dan bibir pantai. Tidak
hanya merusak hutan bakau, juga memusnahkan seluruh biota laut yang
ada di Desa Tapak Kuda,” sebutnya.
Dampaknya, tambah dia, tentu sangat berpengaruh terhadap tangkapan
ikan nelayan yang menjadi mata pencarian sehari-hari. Bahkan
dikhawatirkan, kerusakan akibat penambangan pasir laut tersebut
berlangsung lama, sehingga para nelayan terancam masa depannya.
“Ini yang perlu dipikirkan, jangan hanya mengambil keuntungan
pribadi di atas penderitaan ratusan nelayan yang menggantungkan hidup
mereka di laut. Makanya kita surati Menteri Perikanan dan Kelautan
Susi Pudjiastuti, biar dia turun langsung meninjau penambangan
tersebut", tegas Surkani.
Sementara itu warga Tapak Kuda juga menolak dilanjutkannya pengerukan pasir
laut di kawasan tersebut. Selain merusak biota laut, pengusaha juga
telah melanggar perjanjian dengan warga.
“Kami minta Pemkab Langkat menutup galian pasir laut di muara Sungai Wampu, karena sudah tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Bila hal ini tidak diindahkan, maka kami akan melakukan demo di lokasi penambangan,” ancam warga nelayan di Desa Tapak Kuda itu diantaranya, Junaidi, Amran, Usuf, Syafii, Syahrial, Almi, Dawi, Atan, Syafii Ol dan puluhan warga lainnya, saat di temui Sabtu kemarin.
“Kami minta Pemkab Langkat menutup galian pasir laut di muara Sungai Wampu, karena sudah tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Bila hal ini tidak diindahkan, maka kami akan melakukan demo di lokasi penambangan,” ancam warga nelayan di Desa Tapak Kuda itu diantaranya, Junaidi, Amran, Usuf, Syafii, Syahrial, Almi, Dawi, Atan, Syafii Ol dan puluhan warga lainnya, saat di temui Sabtu kemarin.
Dijelaskan warga, awalnya mereka memang membuat permohonan untuk
dilakukan pengerukan dimuara Sungai Wampu karena telah terjadi
penyempitan. Namun, kata warga, hanya sebatas pengerukan saja,
bukan diangkut pasirnya menggunakan kapal seperti yang terjadi
sekarang ini.
“Ya, memang dulu kami yang mohon, tapi hanya sebatas minta tolong
dikerukan agar alur sungai/muara tempat kami keluar masuk laut
tidak dangkal lagi, tapi belakangan kok pasirnya diangkut pakai kapal,”
sambung warga lainnya.
“kami cuma minta
tolong, kebetulan ada pengerukan pasir di wilayah kami. Tapi mengapa
permohonan kami bisa disalahgunakan. Pokoknya kami nelayan Tapak
Kuda minta aktivitas penambangan pasir laut itu distop,” pinta warga
nelayan di Desa Tapak Kuda (Reza fahlevi - Reza Lubis)
Anak Bangsa : Menatap Mentari Di Kaki Ufuk Dengan Penuh Asa..........
0 komentar:
Post a Comment